News

Abu Mohammed al-Julani Pemimpin yang Mengubah Arah Sejarah Suriah

41
×

Abu Mohammed al-Julani Pemimpin yang Mengubah Arah Sejarah Suriah

Share this article

bergasnet – Dalam waktu singkat, hanya tiga hari, pejuang oposisi berhasil merebut Aleppo, kota terbesar kedua di Suriah, setelah pasukan pemerintah yang setia kepada Presiden Bashar al-Assad mengalami kekalahan telak.

Di balik keberhasilan itu, terdapat nama Abu Mohammed al-Julani, tokoh yang memimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok oposisi bersenjata yang telah menjadi kekuatan dominan dalam konflik berkepanjangan di Suriah.

Profil Abu Mohammed al-Julani

  • Nama Asli: Ahmed Hussein al-Sharaa
  • Nama Panggilan: Abu Mohammed al-Julani
  • Tahun Lahir: 1982
  • Tempat Lahir: Riyadh, Arab Saudi
  • Latar Belakang Keluarga: Anak dari seorang insinyur perminyakan Suriah yang bekerja di Arab Saudi.
  • Pendidikan dan Karier Awal: Sedikit informasi tersedia mengenai pendidikannya, namun ia dikenal mulai aktif dalam gerakan jihad sejak awal 2000-an.

Latar Belakang dan Masa Awal Kehidupan

Abu Mohammed al-Julani lahir dengan nama asli Ahmed Hussein al-Sharaa pada tahun 1982 di Riyadh, Arab Saudi. Ayahnya adalah seorang insinyur perminyakan yang bekerja di negara tersebut. Pada tahun 1989, keluarganya kembali ke Suriah dan menetap di dekat Damaskus. Meski tidak banyak informasi mengenai masa kecil dan remajanya, langkah besar dalam hidupnya dimulai pada tahun 2003 saat ia pindah ke Irak.

Di Irak, al-Julani bergabung dengan al-Qaeda di Irak (AQI), kelompok yang saat itu sedang memimpin perlawanan terhadap invasi Amerika Serikat. Pengalaman militernya terus berkembang hingga ia ditangkap oleh pasukan AS pada tahun 2006 dan menghabiskan lima tahun dalam tahanan. Selepas masa tahanannya, al-Julani mendapatkan tugas strategis dari al-Qaeda: mendirikan cabang organisasi itu di Suriah, yang kemudian dikenal sebagai Front al-Nusra.

Membangun Front al-Nusra dan Hubungan dengan Al-Qaeda

Sejak pembentukannya, Front al-Nusra menjadi salah satu kelompok oposisi paling berpengaruh di wilayah yang dikuasai pemberontak, terutama di Idlib. Pada awalnya, al-Julani berkoordinasi dengan Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin “Negara Islam di Irak” yang kemudian berkembang menjadi ISIS. Namun, hubungan ini tidak bertahan lama.

Pada April 2013, al-Baghdadi mengumumkan penggabungan Front al-Nusra dengan ISIS tanpa persetujuan al-Julani. Langkah ini memicu konflik internal, dengan al-Julani memilih tetap setia kepada al-Qaeda. Dalam wawancara pertamanya pada tahun 2014, ia menegaskan bahwa Suriah harus diperintah berdasarkan interpretasi kelompoknya terhadap hukum Islam, meskipun pandangan tersebut mengesampingkan hak-hak kelompok minoritas seperti Kristen dan Alawi.

Transformasi Menjadi Hayat Tahrir al-Sham

Di tengah dinamika konflik yang terus berubah, al-Julani memutuskan untuk menjauhkan kelompoknya dari ambisi transnasional al-Qaeda. Pada tahun 2016, ia mengumumkan perubahan nama Front al-Nusra menjadi Jabhat Fateh al-Sham. Langkah ini diikuti dengan penggabungan beberapa kelompok oposisi bersenjata lainnya, sehingga lahirlah Hayat Tahrir al-Sham (HTS) pada tahun 2017.

Transformasi ini mencerminkan upaya al-Julani untuk memposisikan HTS sebagai kelompok yang lebih berfokus pada agenda domestik. Ia ingin menciptakan “republik Islam” di Suriah yang bebas dari pengaruh pemerintahan otoriter Bashar al-Assad dan intervensi asing, khususnya dari milisi Iran. HTS juga berusaha menjadi pengelola yang kredibel bagi wilayah-wilayah yang mereka kuasai, seperti Idlib.

Pemerintahan di Idlib: Janji dan Realita

Sejak 2017, HTS menjalankan administrasi di Idlib melalui entitas yang dikenal sebagai Pemerintah Keselamatan Suriah. Pemerintahan ini menyediakan layanan publik seperti pendidikan, perawatan kesehatan, pengadilan, dan infrastruktur, sekaligus mengelola keuangan dan distribusi bantuan. Namun, kepemimpinan HTS di Idlib tidak lepas dari berbagai tantangan.

Menurut laporan dari organisasi independen seperti Syria Direct, HTS kerap menggunakan pendekatan represif untuk menjaga kekuasaan. Mereka diduga melakukan penghilangan paksa terhadap aktivis dan menembaki pengunjuk rasa yang menentang kebijakan mereka. Hal ini menimbulkan kritik bahwa meskipun HTS berusaha memberikan stabilitas, pendekatan otoriter mereka mencederai kebebasan masyarakat setempat.

Perubahan Strategi dan Hubungan dengan Kelompok Lain

Al-Julani terus mengadaptasi strategi kelompoknya seiring perubahan dinamika konflik. Pada tahun-tahun awal, HTS memiliki hubungan dekat dengan kelompok-kelompok yang berbasis di Idlib seperti Harakat Nour al-Din al-Zinki dan Jaysh al-Sunna. Namun, mereka juga mulai menjauh dari afiliasi lama seperti Hurras al-Din, cabang baru al-Qaeda di Suriah.

HTS juga berusaha mengubah citra mereka di mata internasional. Al-Julani menegaskan bahwa kelompoknya tidak lagi memiliki hubungan dengan al-Qaeda dan bahwa mereka fokus pada agenda nasional. Meskipun demikian, HTS tetap dianggap sebagai organisasi teroris oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Turki.

Dampak Nasional dan Internasional

Sebagai pemimpin kelompok oposisi bersenjata terbesar di Suriah, al-Julani memiliki pengaruh besar terhadap arah konflik di negara tersebut. Ambisi domestik yang dinyatakannya tidak hanya memengaruhi lanskap politik Suriah tetapi juga menarik perhatian global. Beberapa analis berpendapat bahwa HTS di bawah al-Julani berusaha menjadi mitra potensial dalam upaya kontraterorisme internasional, meskipun upaya ini belum membuahkan hasil yang signifikan.

Di tengah berbagai tantangan, al-Julani berusaha mempertahankan kendali atas Idlib sebagai benteng terakhir oposisi di Suriah. Wilayah ini terus menjadi saksi bentrokan antara pasukan oposisi dan rezim Assad, serta menjadi pusat perhatian dunia internasional.

Kesimpulan: Tokoh Berpengaruh dalam Sejarah Suriah

Abu Mohammed al-Julani adalah figur yang kompleks dalam sejarah modern Suriah. Dari awal sebagai anggota al-Qaeda di Irak hingga menjadi pemimpin HTS, perjalanannya mencerminkan dinamika konflik yang rumit di kawasan tersebut. Dengan ambisi untuk membangun negara berbasis interpretasi hukum Islam, ia terus menjadi tokoh sentral yang memengaruhi arah konflik Suriah.

Meskipun HTS telah berusaha memposisikan diri sebagai entitas yang lebih fokus pada agenda nasional, pendekatan represif mereka di Idlib menunjukkan bahwa tantangan untuk mencapai legitimasi penuh masih jauh dari selesai. Dalam konteks perang yang telah berlangsung lebih dari satu dekade, peran al-Julani dan HTS akan terus menjadi bahan perdebatan, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *